4 Hari Hilang Misterius Di Laut, Nelayan Banyuwangi Ditemukan Tewas

Akhir Oktober lalu, Ali Masykur, nelayan asal Kabupaten Banyuwangi berangkat melaut seperti biasa di sore hari. Hanya saja, tiba-tiba kapalnya ditemukan oleh rekannya sesama nelayan dalam keadaan kosong dan terapung di tengah laut. Tak lama kemudian, Ali dinyatakan hilang dan pencarian dalam skala besar dilakukan.

Kepala Tim SAR Banyuwangi, Wahyu Setya Budi mengatakan ia menerima laporan korban hilang dari masyarakat setempat sekitar pukul 21.50 WIB di hari yang sama Ali dinyatakan hilang. Mengambil tindakan cepat, Wahyu meminta bantuan kepada TNI dan Polri untuk bersama-sama mencari keberadaan Ali. Dugaan pertama, nelayan berusia 26 tahun itu jatuh dari kapalnya dan kemudian tenggelam.

Wahyu mengatakan: “Perahu yang ditumpangi korban dilaporkan ditemukan terombang-ambing tanpa awak di Perairan Lampon-Kabupaten Banyuwangi pada titik koordinat 08°37’55.1″S 114°05’57.7″E. Pencarian melibatkan unsur dari TNI, Polri, BPBD, relawan, dan nelayan sekitar. Tim SAR disebar ke tiga titik pencarian.”

Empat hari kemudian, pencarian yang dipimpin oleh Wahyu membuahkan hasil. Ali ditemukan tewas. “Korban ditemukan berjarak 1 Nautical Mile dari lokasi kejadian ke arah barat di koordinat 8°38’15.3″S 114°04’00.1″E. Korban kemudian dievakuasi menuju ke darat menggunakan perahu nelayan. Selanjutnya dibawa ke puskesmas setempat untuk mendapat penanganan medis,” jelasnya.

Mayat Ali ditemukan oleh tim pencari. Sumber foto: SAR Kabupaten Banyuwangi

Kejadian yang menimpa Ali memunculkan kembali perhatian mengenai program Asuransi Nelayan yang digulirkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia. Hal ini karena ternyata Ali tidak terlindungi dengan program asuransi itu. Hal ini menjadikan keluarganya tidak mendapatkan apapun usai Ali meninggal dunia saat mencari ikan. Nasib keluarganya ke depan pun tidak jelas karena tidak lagi sosok yang memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Penelusuran Maritime Fairtrade di Kabupaten Sidoarjo menunjukkan juga adanya masalah terkait program Asuransi Nelayan ini. Itu karena jumlah nelayan yang terlindungi asuransi itu jumlahnya ternyata tidak banyak. Ruslan, nelayan asal Kabupaten Sidoarjo, mengatakan jika dirinya tidak mengikuti program Asuransi Nelayan. Hal itu menurutnya karena dirinya tidak termasuk nelayan yang mendapatkan bantuan premi asuransi gratis dari pemerintah. 

Ruslan mengatakan: “Memang programnya ada, seluruh nelayan ditawari untuk ikut asuransi itu. Masalahnya, tidak semua berhak mendapatkan bantuan untuk membayar premi asuransinya. Jadi, nelayan yang dinyatakan tidak berhak mendapatkan bantuan harus membayar premi asuransi sendiri. Preminya per bulan sekitar IDR 20-an ribu. Mungkin untuk sebagian orang nominal segitu kecil, tapi bagi kami para nelayan yang penghasilannya pas-pasan, jumlah itu begitu berat. Tanpa membayar premi asuransi saja kami sudah banyak hutang. Mending kami nggak ikut asuransi daripada harus bayar sendiri.”

Nelayan dengan 4 orang anak itu juga mengatakan jika dirinya bingung dengan kriteria penerima bantuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ini karena menurutnya tidak ada kriteria yang jelas. Ia menduga, penerima bantuan ditetapkan hanya berdasarkan kedekatan dengan mereka yang melakukan pendataan. “Karena ada nelayan yang menurut kami sesungguhnya lebih kaya justru malah mendapatkan bantuan itu. Tidak adil itu sebenarnya. Harusnya bantuan itu diberikan kepada yang benar-benar tidak mampu membayar premi asuransi dari kantong mereka sendiri,” tegas Ruslan.

Cari tim. Sumber foto: SAR Kabupaten Banyuwangi

Tarina Handaningrum, pejabat Pemkab Sidoarjo, mengatakan jika ada sekitar seribu nelayan di Sidoarjo yang menerima bantuan premi asuransi untuk program Asuransi Nelayan. Jumlah itu menurutnya berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia. Berdasarkan aturan itu, jumlah penerima bantuan itu memang terbatas. Di luar penerima bantuan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat itu, belum ada data penerima bantuan premi asuransi lain dari Pemkab Sidoarjo.

Kampung Nelayan, Sidoarjo. Kredit foto: Ibnu Wibowo

Kasus berbeda terjadi di Kabupaten Lamongan. Sadar banyak nelayan di wilayah itu yang mengalami kecelakaan, pejabat Pemerintah Kabupaten Lamongan Yuli Wahyuono beberapa waktu mengatakan kepada Maritime Fairtrade jika dirinya meminta agar seluruh nelayan mengikuti program asuransi. Hal ini dinilai akan sangat membantu ketika terjadi musibah. 

“Premi asuransi itu sangat terjangkau. IDR 16,800 per bulan. Penting agar nelayan mengikuti program asuransi itu. Kita pun saat ini sedang melakukan pembahasan agar nanti premi asuransi untuk 25 ribu nelayan Kabupaten Lamongan bisa gratis dan dibayar oleh Pemerintah Daerah. Karena saat ini, alokasi bantuan premi asuransi gratis hanya ada dari Pemerintah Pusat yang jumlahnya hanya untuk kurang dari 1,000 nelayan,” kata Yuli.

“Manfaat asuransi tak bisa dirasakan saat ini juga. Tapi nanti akan sangat berguna jika ada musibah yang menimpa nelayan. Pekerjaan nelayan ini sangat beresiko. Pernah terjadi satu nelayan harus meninggal dunia karena kapal yang ia kendarai bersama 2 orang rekannya diterjang ombak. Masalah asuransi ini kami dari Pemerintah Kabupaten Lamongan selalu memberikan sosialisasi kepada para nelayan. Memang adanya kurang kesadaran yang harus terus ditingkatkan,” ia menambahkan.

Kampung Nelayan, Sidoarjo. Kredit foto: Ibnu Wibowo

Muhammad Miftah, peneliti kebijakan publik, mendesak pemerintah agar meningkatkan kuota penerima bantuan premi asuransi. Hal itu menurutnya penting untuk memberikan jaring pengaman kepada nelayan dan keluarganya ketika ada musibah terjadi di laut. 

“Secara logika, tidak mungkin nelayan mampu membayar premi asuransi dari kantong mereka sendiri. Mereka sehari-hari sudah hidup serba berkekurangan, banyak hutang, dan berada di kategori miskin. Jika pemerintah tidak mampu memberikan bantuan uang tunai, cukup berikan mereka jaring pengaman melalui bantuan premi asuransi yang nominalnya tidak sampai IDR 50 ribu per orang. Secara hitungan, bantuan premi asuransi lebih masuk akal dan tidak terlalu membebani APBN,” tegas Miftah. 

Top photo credit: Ibnu Wibowo. Fisherman’s Village, Sidoarjo.

Make seafaring great again

Make seafaring great again

An overwhelming 80 percent of global goods are transported by ships and this fact places the maritime industry at the

The best maritime news and insights delivered to you.

subscribe maritime fairtrade

Here's what you can expect from us:

  • Event offers and discounts
  • News & key insights of the maritime industry
  • Expert analysis and opinions on corruption and more