Indonesia tengah bersiap menyambut kedatangan puluhan kepala negara dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November mendatang. Salah satu dari persiapan-persiapan yang harus dipastikan mantap adalah soal sampah. Wali Kota Bali, IGN Jaya Negara, telah mengerahkan semua sumber daya untuk membersihkan sampah-sampah yang ada di 23 lokasi di Kota Denpasar. Langkah tersebut dilakukan agar tidak ada tumpukan sampah di Denpasar, yang bakal dilalui para kepala negara KTT G20.
Keberadaan sampah, menurut IGN Jaya Negara menjadi prioritas, karena puncak perhelatan bertaraf internasional itu tentunya disorot oleh internasional. “Kami bersihkan dulu sebelum G20. Kami kosongkan, kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Gianyar, akan dibuang ke Temesi,” ujar IGN Jaya Negara kepada wartawan, Kamis (11/10/2022).
Saat ini ada tiga tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Bali, yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kesiman Kertalangu, dan Padang Sambian Kaja. Ketiga TPST baru di Pulau Dewata itu dibangun lantaran tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung sudah melebihi kapasitas.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa ketiga TPST baru di Bali itu akan secara maksimal menangani pengolahan sampah. Ia menjelaskan daya tampung TPST di wilayah Denpasar mencapai 1.020 ton sampah, yang terbagi dalam tiga tempat: 450 ton di Kesiman Kertalangu, 450 ton di Tahura Ngurah Rai, dan 120 ton di Padangsambian Kaja. “Kami akan buat yang seperti ini di 52 titik seluruh Indonesia, dalam dua tahun ke depan,” terang Luhut Panjaitan.
Pengelolaan sampah memang menjadi perhatian serius pemerintahan Presiden Joko Widodo. Selama pelaksanaan G20, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengatakan empat kabupaten dan kota di Bali, yaitu Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan menjadi daerah fokus utama pengelolaan sampah.
“Tempat yang menjadi lokasi G20 dan sekitarnya, serta empat daerah tersebut, pengelolaan sampahnya harus baik. Bahkan bila perlu mereka (delegasi G20) datang melihat,” kata Tito Karnavian. Terlebih lagi, lanjut Tito, dalam pertemuan G20 akan ada pembahasan mengenai perubahan iklim. Oleh karenanya, pengelolaan sampah menjadi bagian penting.
Sampah plastik
Terkait pengelolaan sampah, khususnya sampah plastik, pada Jumat pekan lalu (11/4/2022) melalui kegiatan “Beating Plastic Pollution from Source to Sea”, sebanyak kurang lebih 38 organisasi berkumpul dan berjanji untuk menciptakan ekonomi plastik sirkular. Luhut Panjaitan menegaskan bahwa Indonesia memiliki banyak inisiatif, serta pemimpin yang mendorong pengelolaan sampah plastik.
Para pemimpin itu menyatukan pemangku kepentingan dan melakukan upaya yang beragam, untuk menyalurkan solusi kolaboratif. Hal itu akan sangat penting dalam memajukan pergeseran sistemik, menuju ekonomi plastik sirkular. Dengan salah satunya, membawa dan meluncurkan National Plastic Action Partnership (NPAP) pertama ke Indonesia. “NPAP akan mendukung tujuan nasional kita, dalam mengurangi 70 persen polusi plastik laut pada 2025 dan untuk memberi contoh kepada dunia,” ungkap Luhut Panjaitan.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, menekankan kembali bahwa pemerintah selalu mendorong, mensosialisasikan, dan mengajak semua pihak, untuk bersama-sama terlibat secara serius dalam memerangi masalah sampah plastik laut, melalui penetapan Peraturan Presiden (Prepres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, dengan target 70 persen penanganan sampah laut di tahun 2025.
Peranan teknologi
Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenko Marves, Rofi Alhanif, mengatakan sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengeluarkan metana yang mencemari ozon. “Jadi itu salah satu kenapa pengelolaan sampah erat kaitannya dengan mitigasi perubahan iklim,” ungkap Rofi. Maka keterlibatan teknologi pengolahan sampah juga diperlukan. Ketiga TPST baru di Bali tersebut, dilengkapi dengan teknologi RDF (refused derived fuel).
Teknologi RDF adalah teknologi dalam mengolah sampah menjadi biomassa, yang selanjutnya bisa digunakan sebagai sumber energi baru dan terbarukan (EBT). Biomassa olahan sampah ini merupakan co-firing batubara pada industri semen dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Produk refused derived fuel (RDF) ini bisa difungsikan sebagai pengganti bahan bakar gas LPG, untuk reaktor pirolisis yang sesuai dengan konsep model pengolahan sampah “green and zero waste”.
Dengan teknologi pengelolaan sampah ini, diharapkan dapat mengurangi masalah sampah dan mengubahnya menjadi produk bernilai ekonomis, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu lokasi pengolahan sampah berpotensi menjadi tempat pelatihan dan wisata.
Di Indonesia, pengembangan TPST dengan RDF pertama, terdapat di Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Cilacap, Jawa Tengah. Pembangunan fasilitas RDF itu, di areal seluas 3 hektar yang dilakukan sejak 2017. Pembangunan TPST dengan RDF ini bisa dibilang menjadi tonggak baru dalam penanganan sampah di Indonesia, sekaligus langkah menuju transisi energi. Dari Cilacap pemerintah kemudian mengembangkan infrastruktur TPST RDF di Kebun Kongok, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Top photo credit: Pexels/ Xavier Messina. Stock photo of plastic waste collection.