Ekonomi Sirkular Jadi Solusi Penanganan Sampah Plastik

Untuk mengatasi tumpukan sampah yang menjadi salah satu pemicu masalah kesehatan dan lingkungan, maka diperlukan solusi atau langkah yang tepat dalam mengatasinya. Salah satu solusi yang kini bisa dilakukan adalah dengan menerapkan dan menggerakkan pengelolaan sampah dengan ekonomi sirkular.

Diketahui, Indonesia saat ini menempati posisi kedua penghasil sampah nomor dua di dunia. Jika permasalahan sampah tidak ditangani dengan tepat, maka akan terus memberikan dampak buruk yang lebih banyak lagi untuk kesehatan dan lingkungan. Oleh karenanya ekonomi sirkular disebut menjadi langkah yang tepat karena akan mengubah tumpukan sampah menjadi sesuatu yang bernilai dengan pendauran ulang.

Pendauran ulang ini disebut menjadi langkah yang cemerlang, sebab permasalahan sampah akan diolah menjadi sesuatu yang baik untuk, kesehatan, lingkungan, dan juga perekonomian.

Kumpulan sampah plastik mengotori pesisir pantai (Foto: Iqbal Ramdhani)

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) Saut Marpaung mengatakan untuk mengatasi permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia diperlukan kerja sama dan kolaborasi yang baik semua pihak, baik dari pihak pemerintah, UMKM, swasta, dan koperasi.

“Berdasarkan data yang ada, sampah semakin tahun semakin bertambah, sejalan dengan jumlah konsumsi masyarakat. Nah, saya berharap masalah ini bisa terpecahkan, jadi langkah ke depan pengelolaan sampah seperti apa, terutama bagi UMKM persampahan, ” imbuhnya.

Sementara itu, Kasub Direktorat Prasarana dan Jasa Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Edward Nixon Pakpahan mengatakan ekonomi sirkular juga akan memberikan manfaat besar pada lingkungan. Sebab, ekonomi sirkular menekankan pendauran ulang sampah dan akan mengurangi limbah di sektor usaha.

“Bisnis sirkular dengan penekanan daur ulang sampah plastik dan non-plastik, juga bermanfaat besar pada lingkungan. Manfaat besar ini, terutama dari berkurangnya limbah di setiap sektor usaha hingga sebesar 18-52% pada 2030,” ujar Nixon.

Petugas dari bea cukai memeriksa sejumlah kontainer berisi sampah yang dikirim dari luar negeri, di Pelabuhan Batu Ampar, Batam (Foto: Bea Cukai)

Nixon juga mengatakan jika ekonomi sirkular diterapkan dengan baik, maka pendauran sampah di 2030 berpotensi menghasilkan tambahan PDB sebesar IDR 593 triliun sampai Rp 638 triliun dari lima sektor usaha. Selain itu, hal ini juga menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru dan menambah tabungan rumah tangga hampir 9%.

Sementara itu, Co-Founder dan CEO Greenhope, Tommy Tjiptadjaja mengatakan, penyelesaian masalah dan solusi sampah plastik perlu mempertimbangkan beragam variabel yang ada di Indonesia.

“Semua solusi atau inovasi yang muncul harus memperhatikan aspek lokal, yakni budaya, tingkat sosio-ekonomi, infrastruktur penanganan sampah, kompleksitas geografi dan iklim,” ujar Tommy kepada Maritime Fairtrade (23/10/2022).

Dia menambahkan, ekonomi sirkular perlu dilakukan untuk mengatasi persoalan sampah plastik. Adapun ekonomi sirkular tersebut bisa berjalan bila dilakukan dengan menerapkan tiga tahapan inovasi.

“Perlu dilakukan inovasi teknologi yang menghasilkan plastik mudah terurai, inovasi proses yang menyangkut proses pemilahan hingga pengolahan sampah serta inovasi sosial yang menstimulasi perubahan mindset dan perilaku,” tutur Tommy.

Sampah plastik berserakan di depan rumah warga. (Foto: Iqbal Ramdhani)

Tommy menjelaskan perlunya pengelolaan terhadap kebijakan 4R, yakni Reduce, Reuse, Recycle, dan Return to Earth dalam penanganan sampah plastik. Masing-masing R dalam solusi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga perlu dikelola efek sampingnya.

“Masalah sampah plastik merupakan masalah yang sistemik sehingga tidak ada satupun solusi R yang paling hebat sendiri, semua harus holistik dan kontekstual serta terjangkau,” kata Tommy.

Dengan keyakinan tersebut, sambung Tommy, Greenhope siap bermitra dengan berbagai pihak guna berkolaborasi dalam penanganan sampah plastik.

Industri Petrokimia Terapkan Ekonomi Sirkular

Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan Industri Petrokimia agar bisa lebih berdaya saing global. Salah satu upaya strategis yang dijalankan seiring tren pasar saat ini adalah mengakselerasi industri pertrokimia menerapkan prinsip ekonomi sirkular.

“Pada industri petrokimia, implementasi ekonomi sirkular ini bisa melalui pendekatan dari konsep 5R, yakni reduce, reuse, recycle, refurbish, dan renew,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT), Ignatius Warsito.

Warsito menjelaskan, konsep reduce, yaitu mengurangi penggunaan material berlebih dan energi dengan melakukan efisiensi bahan baku dan energi. Kemudian, reuse adalah menggunakan bersama-sama aset yang ada secara berulang-ulang, antara lain dengan penggunaan sistem utilitas bersama dalam satu kawasan. Sedangkan, recycle itu menggunakan kembali material yang ada.

Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT), Ignatius Warsito menunjukan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang diproses dari bahan sampah plastik. (Foto: Kemenperin)

“Konsep refurbish adalah memanjangkan daur hidup material atau menggunakan material yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti mendorong penggunaan waste sebagai energi alternatif untuk industri. Selanjutnya, renew itu memproritaskan penggunaan energi dan material terbarukan,” paparnya.

Menurut Warsito, saat ini efisiensi energi sudah menjadi hal yang tidak asing di industri padat energi, seperti industri petrkomia.

“Dalam hal ini, untuk industri petrokimia, study case pada industri pupuk yang dapat dijadikan best practice, antara lain adalah upaya substitusi sumber panas dari high pressure steam (HPS) ke medium pressure steam (MPS) pada pengering saringan molekuler,” sebutnya.

Selain itu, mengganti teknologi exhaust processing dari metode Cryogenic ke Permeable Membrane, melakukan optimasi gas buang (tail gas) sebagai bahan bakar, dan meningkatkan isolasi reformer atau reactor eksotermis.

Di sisi lain, tren sirkular ekonomi juga dapat berdampak pada berkurangnya permintaan “virgin polymer” global. Beberapa perusahaan sudah berkomitmen untuk mengurangi penggunaan plastik (virgin).

Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT), Ignatius Warsito memperlihatkan sampah plastik yang bisa dijadika BBM jenis solar. (Foto: Kemenperin)

“Hal ini mendorong industri petrokimia untuk mampu beradaptasi dan membangun strategi jangka panjang yang dapat mengintegrasikan bisnis model sirkular ekonomi ke dalam proses yang ada saat ini,” imbuhnya.

Langkah yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan energi dan material terbarukan. Dalam hal ini, industri petrokimia harus mampu menjawab permintaan pasar global terkait penggunaan energi terbarukan dan material yang ramah lingkungan.

“Misalnya, permintaan untuk mensubstitusi sebagian plastik konvensional dengan bioplastic yang dapat dikembangkan melalui R&D material yang mampu terdegradasi secara alami (bio-degradable),” tuturnya. Bahkan, penggunaan energi terbarukan dapat dilakukan di sektor industri petrokimia untuk mensubstitusi penggunaan listrik yang bersumber dari energi fosil.

Sampah plastik di pantai. (Foto: Iqbal Ramdhani)

Sementara itu Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiono menambahkan pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri yang menerapkan ekonomi sirkular guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan mengatasi peningkatan limbah sampah di dalam negeri. 

“Kegiatan ekonomi sirkular bisa membantu pemerintah dalam mencegah peningkatan impor bahan baku petrokimia serta bisa mengurangi limbah sampah,” ucapnya.

Top photo credit: Iqbal Ramdhani

Make seafaring great again

Make seafaring great again

An overwhelming 80 percent of global goods are transported by ships and this fact places the maritime industry at the

The best maritime news and insights delivered to you.

subscribe maritime fairtrade

Here's what you can expect from us:

  • Event offers and discounts
  • News & key insights of the maritime industry
  • Expert analysis and opinions on corruption and more