Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia mengingatkan masyarakat Indonesia bagian barat, terutama Jawa Timur, memberikan peringatan dini terkait bencana hidrometeorologi. Bencana itu memiliki potensi tinggi terjadi hingga pertengahan Oktober. Hal itu salah satunya didasari kondisi iklim yang mulai memasuki masa peralihan sebelum musim hujan tiba.
Kepala Stasiun Meteorologi I BMKG di Sidoarjo, Taufiq Hermawan, mengatakan jika masa peralihan memunculkan fenomena gelombang atmosfer Rossby dan adanya daerah konvergensi di Indonesia bagian barat. Khusus di Provinsi Jawa Timur, hal itu menjadikan anomali suhu muka laut antara +0.5 hingga 2.5 derajat.
Taufiq mengatakan: “Dengan adanya gangguan atmosfer itu, masyarakat diminta untuk mewaspadai dampak bencana yang mungkin terjadi. Hal itu diantaranya adalah banjir, tanah longsor, banjir bandang, angin kencang, pohon tumbang, dan hujan badai. Huja yang terjadi bisa sangat lebat dan disertai dengan petir serta angin kencang sesaat.
Potensi bencana ini diprediksi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia bagian barat. Untuk Provinsi Jawa Timur, seluruh wilayah di area itu dipastikan berpotensi tinggi terdampak. Peringatan dini ini berlaku sampai dengan pertengahan Oktober dan akan kita update lebih lanjut lagi nanti.”
Dari penelusuran yang dilakukan oleh Maritime Fairtrade, dampak bencana itu mulai terjadi di beberapa wilayah di Jawa Timur. Di Kota Surabaya misalnya, Festival Layang-Layang Internasional 2022 yang seharusnya digelar pada akhir pekan lalu terpaksa harus tertunda beberapa jam akibat angin kencang yang terjadi. Kejadian itu sempat membuat beberapa tenda milik peserta rusak parah. Untungnya, tidak ada layang-layang milik peserta yang rusak.
Lebih lanjut, di Kabupaten Malang, pohon tumbang di kawasan jalur pegunungan menimpa mobil hingga motor pada hari Minggu lalu. Satu orang tewas akibat dari bencana yang terjadi. Terbaru, beberapa jam sebelum cerita ini ditulis, belasan rumah di Kabupaten Pamekasan rusak parah akibat angin kencang yang terjadi secara tiba-tiba.
Sementara itu, di Kabupaten Sidoarjo, Subroto, nelayan dari Kampung Nelayan, memilih libur melaut. Dirinya mengaku telah menerima peringatan dini dari BMKG. Karena itu, ia khawatir akan keselamatannya jika tetap memaksa diri melaut. Selama kurun waktu itu, ia berencana akan memperbaiki perahu miliknya dan membantu istrinya berjualan ikan di pasar.
Cerita yang sama datang dari Rahmono. Nelayan dari wilayah yang sama itu memilih libur bekerja terlebih dahulu. “Saya takut, dengan menggunakan perahu sederhana seperti ini, gelombang tinggi bisa sangat mematikan. Selama masa libur melaut ini saya berencana membantu istri berjualan kudapan di depan rumah. Mau gimana lagi, daripada nanti malah mendapatkan musibah kalau melaut,” katanya.
Baik Rahmono maupun Subroto berharap ada solusi dari pemerintah untuk nelayan ketika potensi bencana akibat cuaca ekstrem terjadi. Harapan keduanya itu berdasar dari faktanya jika bencana akibat cuaca ekstrem terbilang cukup sering terjadi di Sidoarjo. “Dalam kurun waktu satu tahun ini bisa dibilang hampir setiap bulan cuaca ekstrem terjadi. Otomatis, ketika peringatan dini kami terima, kami memilih untuk tidak melaut dulu,” kata Rahmono.
Eko Pribadi, peneliti BMKG, mengatakan jika sesungguhnya sudah ada aplikasi handphone yang bisa memudahkan nelayan saat cuaca ekstrem terjadi. Hanya saja, menurutnya, pelatihan penggunaan aplikasi ini masih belum merata kepada seluruh nelayan. “Cuaca ekstrem, terlebih lagi ketika masa peralihan musim, itu tidak akan terjadi dalam waktu yang lama. Biasanya hanya sesaat-sesaat saja. BMKG sebenarnya sudah memiliki aplikasi handphone yang bisa digunakan oleh para nelayan. Lewat aplikasi itu, mereka bisa membaca cuaca dan merencanakan jalur pelayaran melalu citra satelit. Dengan itu, diharapkan nelayan masih bisa melaut meski di tengah ancaman bencana akibat cuaca ekstrem seperti hidrometeorologi yang sedang terjadi saat ini.”
Ia menambahkan: “Tapi memang pelatihan yang dilakukan BMKG kepada semua nelayan ini belum mencakup seluruh nelayan. Masih sedang dalam proses. Jadi untuk sementara kami mohon maaf dan meminta para nelayan untuk bersabar.”
Di sisi lain, untuk menghadapi potensi banjir akibat bencana hidrometeorologi, pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Rizal Asnan, mengatakan jika saat ini pihaknya tengah membangun empat rumah pompa baru. “Ini pembangunan infrastruktur untuk menangani banjir itu tengah dalam proses finalisasi. Dalam waktu sangat dekat sekali kami harap sudah selesai dan difungsikan dengan maksimal,” katanya.
“Karena Sidoarjo ini adalah kota pesisir, maka banjir itu terbilang cukup sering terjadi. Diharapkan empat rumah pompa baru itu nantinya bisa lebih menunjang lima rumah pompa yang sudah ada untuk mengurangi potensi banjir yang terjadi, baik akibat hidrometeorologi maupun ketika puncak musim penghujan nanti.”
Selain pembangunan rumah pompa untuk menyedot banjir yang akan terjadi, Rizal juga mengungkapkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo tengah melakukan optimalisasi drainase-drainase yang ada. Keberadaan rumah pompa baru yang ditunjang dengan drainase yang optimal diharapkan bisa mengurangi potensi bencana banjir yang diprediksi terjadi.
Top photo credit: Pexels/GEORGE DESIPRIS. Stock photo of a storm.