Indonesia melihat lebih banyak kemiskinan dengan kenaikan harga bahan bakar

Dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mulai dirasakan oleh masyarakat khususnya harga kebutuhan pokok. Bahkan sejumlah pedagang terancam gulung tikar karena mengalami sepi pembeli. Harga sejumlah bahan pokok mulai ikut merangkak naik akibat imbas kenaikan BBM.

Nur, pedagang cabai menyatakan keluhannya. Kenaikan harga sejumlah komoditi sayuran ini disebabkan faktor naiknya harga BBM yang terjadi saat ini.

Dampak akibat mahalnya sejumlah bahan pokok, daya beli masyarakat menjadi berkurang. Para pedagang terancam merugi dan gulung tikar akibat sepi pembeli. Tidak seperti biasanya para pembeli pada Minggu pagi sepi setelah kenaikan harga BBM.

“Gara-gara BBM naik, nggak ada lagi orang belanja,” jelas Nur.

“Aku nggak tahu bagaimana nanti bertahan hidup lagi, pulang kampung, kampung pun sudah tidak ada. Gulung tikarlah sepertinya ini, ” tambahnya.

Penjual cabai.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menjelaskan BBM merupakan barang yang menguasai hajat hidup masyarakat. Dia mengartikan bahwa BBM seharusnya terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Lebih jauh dia menjelaskan, pengeluaran untuk BBM idealnya adalah 5% dari pendapatan masyarakat. Dia mencontohkan, jika seorang buruh memiliki gaji IDR 4 juta/bulan, maka artinya pengeluaran BBM harusnya IDR 200 ribu setiap bulannya.

“Ini saya ambil benckmark 5%, kalau dia sampai 10% artinya pengeluaran lainnya harus dikurangi. Artinya ada belanja-belanja lain yang harus dikurangi,” katanya kepada Maritime Fairtrade.

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jakarta.

Jika kenaikan BBM meningkatkan porsi pengeluaran buruh tersebut, lanjutnya, maka harus ada biaya pengeluaran lain yang harus dikurangi. Itu artinya maka akan mengikis daya beli masyarakat.

Menurut Anthony jika daya beli masyarakat tergerus akibat kenaikan harga BBM, maka potensi meningkatnya angka kemiskinan semakin besar.

“Inilah kenapa harga BBM naik maka akan meningkatkan kemiskinan. Karena kemampuan dia untuk beli pangan, sandang akan berkurang. Ini yang membuat kemiskinan meningkat, ini yang tidak diperhatikan pemerintah,” tuturnya.

Sementara itu, Peneliti Center of Industry, Trade and Investment INDEF Ahmad Heri Firdaus menjelaskan kepada Maritime Fairtrade, secara historis, kenaikan BBM secara langsung menyebabkan inflasi yang tinggi. Misalnya, pasca penyesuaian harga BBM inflasi tahunan Indonesia pada 2008 dan 2014, masing-masing mencapai 11,06% dan 8,36%.

Inflasi akan berkelanjutan terjadi hingga akhir tahun. Secara beruntun, inflasi bulanan sejak September berkisar 1,85%; 1,2%; 0,8%; dan 0,9%. Pada gilirannya, peningkatan inflasi ini menyebabkan kenaikan garis kemiskinan nasional sejak September. 

“Peningkatan garis kemiskinan ini akan menyebabkan jumlah orang miskin bertambah, berpotensi menyentuh angka 10,30% atau lebih tinggi dari kemiskinan di saat pandemi (Covid-19),” jelasnya.

Ibu dan anak tidur di emperan toko.

Ia menjabarkan, kebijakan yang sama juga membuat pendapatan riil masyarakat juga menurun di setiap kelompok. rural 1 (-1,28%); rural 2 (-1,71%); rural 3 (-2,27%); rural 4 (-1,77%); rural 5 (-1,63%); urban 1 (-2,58%); urban 2 (-2,46%); dan urban 3 (-1,15%).

Sebagai informasi, istilah rural didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di pinggiran atau perdesaan, sementara urban adalah wilayah yang berada di perkotaan.

Menurutnya, upaya Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai IDR 24,17 triliun untuk 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) juga tidak akan cukup meredam daya beli masyarakat yang terdampak langsung akibat kenaikan harga BBM. Bansos yang ada pun direkomendasikan untuk ditambah jumlahnya.

“Menurut saya (kompensasi bansos) itu juga masih kurang. Karena setelah dianalisis, potensi kenaikan kemiskinan bisa melebihi tingkat kemiskinan di saat pandemi,” ungkapnya.

Aktivitas warga permukiman bantaran rel di Jakarta.

Hitungan lain disampaikan Ekonom Celios Bhima Yudhistira. Ia memprediksi persentase penduduk miskin berisiko naik menjadi 10 persen sampai 10,5 persen atau 1 juta-1,3 juta orang miskin baru.

Menurut Bhima, BLT BBM hanya bisa melindungi orang miskin dalam waktu empat bulan dan tidak akan cukup mengkompensasi efek kenaikan harga BBM.

“Misalnya, ada kelas menengah rentan, sebelum kenaikan harga pertalite masih sanggup membeli (pertalite) di harga IDR 7.650 per liter, sekarang harga IDR 10.000 per liter mereka turun kelas menjadi orang miskin,” ungkapnya.

Data orang rentan miskin ini, imbuhnya, sangat mungkin tidak tercover dalam BLT BBM karena penambahan orang miskin pasca kebijakan BBM subsidi naik.

Sehingga, pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat. Hal yang paling urgent dilakukan untuk mengantisipasi penambahan penduduk miskin adalah menjaga pendapatan pekerja rentan.

Pekerja mengangkut ikan untuk dibawa ke pasar.

“Paling efektif saat ini adalah menaikkan dulu upah minimum setara atau setidaknya 5 sampai 7 persen, bukan 1 persen seperti saat ini, dan rombak formulasi dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” terang dia.

BPS mencatat, persentase penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 9,54%; menurun 0,17% poin terhadap September 2021 dan menurun 0,60% poin terhadap Maret 2021. Sedangkan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang; menurun 0,34 juta orang terhadap September 2021 dan menurun 1,38 juta orang terhadap Maret 2021.

Nelayan sedang bersiap untuk berangkat mencari ikan.

Adapun, garis kemiskinan pada Maret 2022 tercatat sebesar IDR 505.469,00/kapita/bulan. Dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar IDR 374.455 (74,08%) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar IDR 131.014 (25,92%).

Pada Maret 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,74 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya garis kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar IDR 2.395.923/rumah tangga miskin/bulan.

All photos credit: Iqbal Ramdhani. Top photo: Orang miskin mencuci cucian di tepi sungai.

The best maritime news and insights delivered to you.

subscribe maritime fairtrade

Here's what you can expect from us:

  • Event offers and discounts
  • News & key insights of the maritime industry
  • Expert analysis and opinions on corruption and more