Indonesia Sudah Waktunya Lebih Objektif

Rakyat Indonesia sudah waktunya terbiasa dengan cara berpikir objektif, supaya tidak terjebak dengan sikap sentimentil. Begitulah ungkap pengamat politik, Rocky Gerung, yang sejauh ini bisa dibilang kontra politik terhadap rezim Presiden Joko Widodo. “Jadi, kita harus membiasakan diri bertarung dengan argumen. Bukan bertarung dengan sentimen,” ungkap Rocky Gerung yang menjadi bintang tamu acara peluncuran buku “Biografi Luhut Binsar Panjaitan” yang digelar di The Dharmawangsa Jakarta, Jumat sore (10/8/2011).

Menteri Luhut menandatangani buku. Kredit foto: Angiola Harry

Rocky melanjutkan, sikap sentimentil akan berbahaya bagi mental seseorang. Untuk mereka yang di posisi pengamat, sikap sentimentil tentunya akan membuyarkan penilaiannya secara objektif. Sedangkan pengamat yang sentimentil akan menilai berdasarkan suka atau tidaknya dia terhadap karakter orang yang menjadi target penilaian. Tak peduli terget yang dinilai tersebut sebenarnya memiliki prestasi yang baik, namun karena karakternya tidak disukai oleh si pengamat, maka selanjutnya adalah pembunuhan karakter.

Sedangkan bagi orang yang dinilai, bila memiliki sikap sentimentil, maka dia akan merasa benar selalu. Dia akan menjadi orang yang tidak suka diberi masukan apalagi dikritik. Pada akhirnya, seseorang akan menjadi antikritik bila sikap sentimentil di dirinya mendominasi akal sehatnya. “Orang yang antikritik itu ibarat orang yang berdoa. Orang berdoa itu, merasa selalu benar atas permintaannya. Namanya juga berdoa. Maka begitulah nantinya orang yang sentimentil,” ujar Rocky Gerung kepada Maritime Fairtrade usai acara peluncuran buku mantan Duta Besar Singapura tersebut. 

Seperti diketahui, Rocky Gerung adalah pengamat politik yang memposisikan diri sebagai oposisi, di rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo ini. Terutama sejak Sang Presiden terpilih untuk kedua kalinya, pada 2019 lalu. “Dan saya sampai sekarang masih mengkritik Jokowi, Luhut, dan yang lain. Namun kembali saya tekankan, kritikan saya itu berdasarkan fakta dan argumen. Bukan berdasarkan sentimen. Kalau saya sentimentil, saya tidak akan hadir di acara ini,” ungkapnya lagi.  

Bahkan saat pembawa acara launching, yang juga artis populer Indonesia, Deddy Corbuzier, memintanya mengatakan satu kata tentang Luhut Binsar Panjaitan yang juga Menteri Koordinator Maritim dan Ivestasi itu, Rocky menjawab, “Mawar.” Menurut Rocky, mawar adalah setangkai bunga yang harum, namun untuk bisa mendapatkannya, seseorang harus waspada atas duri di tangkainya. “Dari luar seperti yang ramah dan menyenangkan. Tapi awas, kalau sudah kenal, orangnya (berinituisi, red) tajam,” pungkas Rocky.

Menanggapi pendapat Rocky tersebut Luhut Panjaitan menyatakan sepakat, dan kepada wartawan Luhut juga meminta agar masyarakat dapat mengambil pelajaran tentang cara berdemokrasi yang objektif. “Ya, seperti yang dikatakan Rokcy Gerung tadi, biasakan diri berargumen yang baik. Jangan jadi orang sentimentil,” kata Luhut usai acara peluncuran bukunya itu, di hadapan para jurnalis dari media nasinal, lokal, maupun media asing.

Adapun adu argumen antara Luhut Panjaitan dan Rocky Gerung yang sempat menjadi sorotan nasional, adalah mengenai wacana kemungkinan perpanjangan kepemilihan Presiden Republik Indonesia, dari dua kali terpilih menjadi tiga kali. Awal mulanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyuarakan pendapat para pendukungnya, bahwa sebaiknya masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Rocky awalnya mengktitisi pernyataan Jokowi, yang seolah mempersilakan wacana tiga periode itu bergema. Luhut kemudian membela dengan mengatakan bahwa, itu adalah hak demokrasi rakyat, termasuk bagi relawan Jokowi.

Akhirnya terjadilah predebatan seru antara keduanya. Kemudian perdebatan lainnya yang cukup menyita perhatian publik, adalah ‘trilogi’ antara Luhut Panjaitan, mahasiswa, dan Rocky Gerung mengenai data 110 juta orang yang mendukung penundaan pemilu. Luhut berargumen bahwa jumlah tersebut didapat berdasarkan Big Data. Dan argumen itu pun menjadi salah satu faktor yang memicu kegaduhan, yang kemudian diikuti oleh aksi mahasiswa di banyak daerah. 

Upacara penandatanganan buku. Kredit foto: Angiola Harry

Kado Ultah

Mengenai buku biografi tersebut, diawali dengan gagasan Nurmala Kartini Pandjaitan-Sjahrir, adik kandung Luhut, pada sekitar 2 tahun lalu. Gagasan tersebut berisi hal-hal yang selama ini luput dari sorotan publik. Di antaranya perhatian Luhut yang berimbas pada kebijakan pemberdayaan perempuan, sumbangsihnya bagi dunia pendidikan serta generasi muda. 

Buku biografi itu pun menjadi istimewa bagi Luhut. Karena merupakan kado spesial dari sang adik -yang mewakili keluarga besarnya, untuk ulang tahun Luhut yang ke-75 pada 28 September lalu. Menariknya lagi, bahwa sang penulis justru menggambarkan sisi humanisme Luhut Panjaitan sebagai seorang pribadi yang juga punya kekurangan, ketimbang melukiskannya sebagai sosok yang luar biasa, dengan segala puja-puji di dalamnya. Buku ini menampilkan Luhut dari kacamata orang-orang di sekitarnya, yang menilai pribadinya secara utuh sebagai manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan.

Selain sebagai mantan Dubes dan regulator, Luhut Panjaitan juga adalah seorang pengusaha. Pada tahun 2004, Luhut mulai merintis bisnis di bidang energi dan pertambangan dengan mendirikan PT. Toba Sejahtra Group. Kini di bawah Toba Sejahtra yang bergerak di sektor pertambangan batu bara, ada anak usaha yang bergerak di sektor minyak dan gas, perkebunan, dan kelistrikan. Selain itu ada satu perusahaan konsesi yang dipegang Toba Sejahtra Grup, yaitu PT. Kutai Energi. Ada juga beberapa perusahaan di luar bidang minyak dan gas, yang dilelola Luhut Panjaitan. 

Top photo credit: Pexels/Febry Arya

The best maritime news and insights delivered to you.

subscribe maritime fairtrade

Here's what you can expect from us:

  • Event offers and discounts
  • News & key insights of the maritime industry
  • Expert analysis and opinions on corruption and more