Entah siapa yang mengatakan kalimat ini, namun memang secara logika sederhana, bisa diterima. Berikut bunyi kalimatnya, “Bila Anda menyentuh air di lautan, maka Anda telah menyentuh seluruh dunia.” Kalimat tersebut secara jelas menyiratkan bahwa lautan adalah penghubung lokasi, untuk setiap belahan bumi. Melalui laut pula, karya-karya agung milik para penemu legedaris didistribusikan. Namun tak terkecuali pula, laut menjadi penghubung untuk sesuatu yang buruk.
Karena apa yang ada di laut bisa saja terbawa kemana-mana, dan kemudian mengakibatkan dampak yang khas ke setiap daerah. Salah satunya spesies invasif lautan, yang dapat menyebabkan kerusakan parah bagi suatu kawasan. Lebih parah lagi, dia dapat bertahan lama pada habitat yang mereka invasi, dengan mengurangi kelimpahan spesies asli. Spesies-spesies tersebut juga bisa mengubah struktur dan proses ekosistem. Selain dampak lingkungan tersebut, spesies invasif juga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi bagi masyarakat dan industri lokal.
“Saat ini kami terus meneliti masalah tersebut dan mencari solusinya. Memang sudah sejak lama para peneliti melakukan upaya solutif, namun melalui metode yang kami bilang “konvensional” di saat ini. Dan itu sulit untuk dijadikan metode antisipasi,” ujar peneliti IPB University, Bogor, Indonesia, Dr. Beginer Subhan kepada Maritim Faitrade, Selasa (09/27/2022). Lantas, metode apa yang dilakukan oleh Dr. Beginer cs untuk mengatasi hal tersebut? “Kami menggunakan metode meta barcode,” tukasnya.
Namun sebelum berbicara tentang upaya mencegah masuknya spesies invasif, penting untuk memahami bagaimana spesies invasif diangkut dan menyebar. Jalur yang paling umum dari penyebaran, ungkap Beginer, adalah dari air ballast kapal. “Untuk saat ini, yang berkenaan dengan metode meta barcoding para penelitian kami, yaitu meneliti spesies tak diundang dari air balas di lambung kapal.” Selain dari air balas, potensi lainnya juga datang dari biofouling lambung kapal.
Adapun lebih lanjut tentang meta barcode, Beginer menerangkan bahwa hal yang dimaksud adalah “identifikasi eDNA metabarcoding”. Metode tersebut pada intinya bertujuan untuk melengkapi survei berbasis penangkapan konvensional. Melalui identifikasi eDNA (DNA lingkungan), maka data-data yang dicakup menjadi lebih luas.
“Terutama pada skala ruang yang besar, di wilayah mega-keanekaragaman hayati seperti Indonesia ini,” ungkap Beginer. Pakar Biologi Laut IPB University ini juga mengatakan, pemanfaatan “eDNA metabarcoding” ini juga akan mendukung pasokan data biota perairan Indonesia ke dalam database internasional.
eDNA sendiri adalah teknik non-invasif yang berfokus pada pengambilan bahan DNA. Metode ini sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai negara di dunia pada 2019. Namun belum ada yang mengembangkannya untuk memperkuat data perikanan dan kelautan di Indonesia.
Beginer mencontohkan, saat dia bersama tim risetnya mengambil data kelimpahan spesies ikan. Ada pengurutan DNA yang dilakukan pada Illumina iSeq 100 (alat visualisasi), dengan menggunakan kit reagen standar dan siklus, mengikuti protokol yang dimodifikasi oleh peralatan pendukung lainnya: protokol perpustakaan pengurutan metagenomik Illumina MiSeq 16S. Hasilnya, tampak pembedaan yang jelas dari sampel yang ada. “Dan ini yang bisa membantu kami membedakan spesies-spesies invasif mana yang sudah merangsek ke perairan Nusantara,” ungkap Beginer.
Kemudian sebenarnya bagaimana sih, mekanisme air balas kapal? Direktur Pengembangan Bisnis PT. Samudera Indonesia Tangguh, Jazzy Isya Perdana, mengatakan air balas adalah air dipompa untuk menjaga kondisi operasional yang aman selama perjalanan. Mekanisme ini diterapkan sejak diciptakannya kapal berlambung baja. Air ini digunakan sebagai pemberat untuk menstabilkan kapal di laut.
Praktek ini mengurangi tekanan pada lambung, memberikan stabilitas melintang, meningkatkan propulsi dan kemampuan manuver, dan mengkompensasi perubahan berat di berbagai tingkat beban kargo dan karena konsumsi bahan bakar dan air.
Namun menanggapi spesies invasif tersebut, Jazzy memahami kemungkinan timbulnya dampak-dampak ekologis dan ekonomis yang serius, karena banyaknya spesies laut yang terbawa air ballast kapal. “Oleh karenanya, di semua holding PT. Samudera Indonesia, ada yang namanya Ballast Water Treatment System atau BWTS. Ini yang kami laksanakan untuk berbagai pencegahan,” ungkap Jazzy. Setidaknya, dengan BWTS, akan menekan kemungkinan spesies yang ditransfer.
Namun saran Beginer bagi kapal-kapal yang pulang dari pelayaran lintas negara atau perjalanan internasional, agar hendaknya senantiasa melakukan pertukaran air balas dan menggantinya dengan air laut baru. Atau mengolah air balas (sebelum masuk ke perairan nasional) dengan bahan kimia dan pestisida. Karena mereka dapat bertahan hidup untuk membentuk populasi reproduksi di lingkungan inang, menjadi invasif, mengungguli spesies asli dan berkembang biak.
Top photo credit: iStock/ LoweStock. Stock photo of a fisherman’s catch of mackerel.
All other photos credit: Dr. Beginer Subhan