Seperti halnya internet yang kini mengguncang dunia, maka lautan juga akan mengguncang dunia bila kita tidak menjaganya dengan baik. Karena lautan di dunia ini terhubung satu dengan lainnya, dari satu pulau ke pulau, dari satu benua ke benua lainnya. Hal tersebut diungkapkan Managing Director for Nature and Climate World Economic, Gim Huay Neo, dalam diskusi Ocean 20 (O20) di Bali, Senin (11/14/2022). “Maka tak cuma yang ada di permukaan laut saja yang wajib diperhatikan, tapi lebih wajib lagi, juga yang di bawah laut,” kata Huay Neo.
Dia melanjutkan, sekitar 65 persen sumber daya bawah laut mempengaruhi kondisi laut di atasnya (permukaan). “Maka demi masa depan, kita harus mengembangkan lebih jauh mengenai ‘underwater hub’ yang akan mampu mengontrol kehidupan laut secara menyeluruh,” ungkap Huay Neo.
Lebih mendalam lagi, Profesor Douglas McCauley dari program Ocean Initiative, University of California, mengungkapkan bahwa selama ini laut menjadi media penghubung untuk berbagai kegiatan lautan, seperti kapal laut pengantar logistik, penambangan minyak dan gas, hingga tempat penghubung kabel saluran internet dunia. Maka kemudian, Douglas McCauley mengingatkan bahwa yang sangat perlu diperhatikan adalah polusi yang hadir dari kegiatan tersebut. “Disitulah pentingnya pemantauan hingga bawah laut (underwater hub), yang akan kita luncurkan melalui blue economy ini,” papar McCauley.
Dalam O20, sebelumnya Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, mengungkapkan bahwa permukaan planet bumi dikelilingi oleh 71 persen area lautan dan laut menawarkan sumber daya terbarukan, dan juga yang tidak terbarukan. Namun, potensi laut untuk pertumbuhan ekonomi saat ini sangat berkurang dan cenderung memburuk, karena penangkapan ikan yang berlebihan, perusakan ekosistem dari alat tangkap pukat dasar laut, penambangan dasar laut, industri lepas pantai (seperti penambangan minyak dan gas), dan polusi dari industri lepas pantai.
“Padahal bagi miliaran orang, ini adalah sumber penghidupan yang vital, dan memiliki prospek yang sangat besar untuk mendorong inovasi, pertumbuhan ekonomi, dan lapangan kerja,” ungkap Luhut Panjaitan. Aset samudra utama, menurutnya bernilai USD 24 triliun, dan nilai layanan turunannya diproyeksikan mencapai USD 2,5 triliun per tahun, atau USD 1,5 triliun dikurangi manfaat non-pasar. “Sehingga 3 hingga 5 persen dari pendapatan domestik bruto dunia, diwakili oleh ini,” papar Luhut Panjaitan.
Maka melalui O20, Indonesia dan para anggota negara G20, akan bertukar pikiran untuk mendapatkan ide-ide bagus, sehingga masyarakat dunia pada umumnya akan mendapatkan rekomendasi kebijakan dan strategi yang konkret, dan juga dapat ditindaklanjuti untuk kerja sama regional.
O20 juga akan menawarkan platform bagi perusahaan global terkemuka dunia dan tentunya negara-negara G20, untuk membuat dan mewujudkan komitmen terhadap laut yang berkelanjutan dan inklusif. “Juga memanfaatkan peluang pasar dalam ekonomi laut dengan cara bekerja sama dengan para pemimpin politik, untuk mengatasi kesenjangan saat ini, dalam hal tata kelola dan manajemen laut. Selain itu, memperkuat kondisi dasar laut demi sehatnya lautan secara menyeluruh, memastikan bahwa industri laut bisa menjaga keberlanjutan, dan investasi untuk laut demi pengembangan masyarakat dan komunitas yang bermanfaat bagi laut, yang berkelanjutan,” tutup Luhut.
Photo credit: Angiola Harry. Luhut Binsar Panjaitan, coordinating minister of maritime and investment affairs.