Perubahan iklim yang disebabkan oleh perubahan lingkungan tampaknya berubah menjadi bentuk yang lain sebagai dampak bagi kehidupan manusia, dimana satu diantaranya adalah kenaikan permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut sendiri terjadi pada area-area di berbagai negara khususnya area yang terletak di sekitar pesisir laut, termasuk daerah Cilincing yang berlokasi di Jakarta Utara, Indonesia.
Di samping itu, dampak lain dari kenaikan permukaan air laut adalah rasa air tanah yang perlahan berubah dalam kaitannya dengan sanitasi. Anomali ini secara tidak langsung merupakan bagian dari perubahan lingkungan, yang berdampak pada kehidupan manusia.
Air tanah tercemar oleh air laut
Air yang dikonsumsi oleh manusia seharusnya terbebas dari segala jenis partikel yang dapat mengganggu pencernaan dan tentunya tidak berbahaya bagi kulit manusia. Cilincing seperti kebanyakan daerah di Jakarta, yang menggunakan air tanah sebagai sumber utama untuk kehidupan sehari-hari diantaranya untuk minum, masak, mandi, juga mencuci.
Inah (52) adalah seorang penduduk lokal yang membagi pengalamannya mengenai kondisi dari air tanah di Cilincing.
“Sejak saya tinggal disini saat saya masih muda, ada banyak hal yang berubah di sekitar Cilincing termasuk pergeseran pemukiman penduduk yang disebabkan naiknya permukaan air laut, sebagai dampak dari perubahan alam. Seiring berjalannya waktu, saya tidak sadar secara pasti kapan air disini mulai memiliki aroma yang tidak enak.
Kebanyakan penduduk lokal disini bergantung pada air dari beberapa sumur, tapi sejak aroma tidak enak mulai dirasakan dari air tersebut orang – orang merubah kebiasaan mereka dan membeli air bersih dari penjual atau pihak yang menjual air bersih.”
Senada dengan Inah, Zuremi (40) mengatakan bahwa sumur di sekitar Cilincing telah memiliki aroma tidak enak dan membuat orang-orang ragu untuk mengkonsumsi air untuk sehari-hari kecuali untuk mandi dan mencuci.
“Berbicara mengenai air disini, memang betul sudah memiliki aroma tidak enak khususnya untuk orang – orang yang tinggal lebih dekat dengan laut atau ketika banjir yang disebabkan kenaikan permukaan air laut. Saya sendiri sebetulnya tinggal cukup jauh dari laut, dan saya rasa air dalam sumur di lingkungan tempat saya tinggal terlihat baik-baik saja untuk dikonsumsi bahkan untuk minum, sekalipun terkadang berbau tidak enak,” ujar Zuremi.
Sanitasi air berisiko
Kenyataan mengenai sanitasi air yang mulai terasa asin seperti air laut menjadi kenyataan, khususnya ketika banjir yang disebabkan oleh pasang air laut terjadi, atau untuk orang-orang yang tinggal dekat dengan laut.
Tarkinah (44), seorang perempuan yang lahir serta tinggal di Cilincing mengatakan bahwa sebelum memiliki aroma tidak enak dan terasa asin, sumur merupakan sumber utama bagi Tarkinah dan keluarganya termasuk untuk konsumsi sehari-hari.
“Saya tinggal cukup dekat dengan laut, jadi saya merasakan secara langsung bagaimana air tanah di Cilincing berubah menjadi beraroma tidak enak dan terasa asin. Saya bekerja sebagai penjual jajanan di daerah pesisir, dan saya selalu membawa beberapa liter air yang saya beli sebelumnya untuk memastikan kebersihan dari apa yang saya jual untuk orang-orang dapat konsumsi.
“Mungkin bau dari air dapat tidak terlalu disadari oleh pembeli jajanan saya, tapi rasa ‘asin’ dari air adalah pertimbangan terbesar saya untuk membawa persediaan air bersih sekalipun saya harus bolak-balik ke rumah saya. Saya rasa kenaikan permukaan air laut serta banjir yang terjadi setiap pasang air laut merupakan saat terbaik untuk membuktikan atau bahkan penyebab dari air tanah yang terasa asin.”
Situasi serupa juga terjadi pada Zuremi yang juga bekerja sebagai penjual jajanan, mengenai metode yang digunakan untuk menjaga kualitas air agar tetap dapat dikonsumsi. “Tidak hanya dari bau yang tidak enak dari air, rasa ‘asin’ yang saya rasakan membuat saya membeli air isi ulang daripada saya bolak-balik ke rumah untuk mengambil beberapa liter air bersih.
Warga menghabiskan lebih banyak uang untuk membeli air bersih
Perubahan lingkungan sudah tentu memiliki dampak terutama bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan lingkungan itu sendiri seperti penduduk lokal di sekitar Cilincing, dengan isu tentang air tanah dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
“Apa yang sebenarnya terjadi di Cilincing dan berhubungan dengan sanitasi air (bau tidak enak dan terasa asin), sudah tentu membuat permasalahan lain bagi orang – orang yang tinggal disini termasuk menghabiskan biaya lebih banyak untuk membeli beberapa liter air bersih untuk dikonsumsi setiap harinya. Saya tidak tahu bagaimana, tapi saya harap ada semacam solusi jadi kami yang tinggal disini tidak perlu khawatir akan permasalahan sanitasi air”, terang Inah.
Tarkinah juga mengeluhkan mengenai biaya yang dia habiskan setiap hari untuk membeli air bersih.
“Karena sanitasi air disini tidak terlalu bagus, orang-orang yang tinggal disini khususnya di daerah terdekat dengan laut termasuk saya sendiri perlu membeli air dengan harga sekitar 12.000 Rupiah, dan tentu saja setiap keluarga memiliki kebutuhan akan air yang berbeda, tergantung dari berapa banyak jumlah orang dalam sebuah keluarga.
“Saya tinggal dengan suami dan dua orang anak, sehingga saya bisa membeli satu atau dua kali dalam sehari. Secara tidak langsung ini seperti dampak lain, dalam kehidupan sehari-hari disamping kenaikan permukaan air laut bagi orang – orang yang tinggal di kawasan pesisir.”
Apa yang seharusnya perlu diketahui adalah bahwa perubahan alam tidak selalu membuat dampak yang terlihat, tapi juga efek atau dampak ‘samping’ bagi orang-orang yang berhubungan langsung dengan perubahan alam itu sendiri, seperti air tanah yang mulai berubah sebagai dampak dari kenaikan permukaan air laut pada area di pesisir laut.
All photos credit: Iqro Rinaldi