Pemanfaatan sumber daya perikanan atau yang secara awam dipahami sebagai penangkapan ikan, adalah salah satu aset negara yang bisa dibilang, masih belum optimal. Apa sebab? Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) menilai, masih banyak catatan penting untuk mengatasi permasalahan pengelolaan pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia. Tak ayal, ketika negara lain melihat celah kelemahan dalam pemanfaatan sumber daya perikanan Indonesia, mereka pun memanfaatkan celah tersebut.
Para Dewan Profesi dan Pakar ISPIKANI sejak awal sebenarnya 2022 telah mulai upaya mengatasi hal tersebut, sehingga akhirnya muncullah kesimpulan bahwa pemanfaatan sumber daya perikanan di Indonesia harus lebih digenjot dari berbagai sisi. Karena bila ada salah satu sisi yang lemah dan akhirnya dimanfaatkan oleh pihak luar -yang tentunya secara eksploitatif tanpa memikirkan masa depan bangsa Indonesia, niscaya akan berujung pada kerusakan lingkungan.
Secara logika sederhana sebenarnya bisa diibaratkan seperti maling yang sedang memanfaatkan kesempatan menggasak rumah korbannya. Mustahil dia akan memikirkan kerusakan rumah atau bahkan keselamatan jiwa pemilik rumah, ketika sedang nekat beraksi.
Maka tak usah dihitung lagi berapa banyak kasus tentang nelayan asing yang mengakali lemahnya kemampuan Indonesia dalam memanfaatkan sumber daya laut, yang membuat gerah. Dan Indonesia tak bisa mendiamkan kondisi itu. Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) saat dipimpin menteri Susi Pudjiastuti bahkan sempat berslogan “Tenggelamkan! (Kapal asing)” dalam upaya melawan kasus nelayan asing yang membandel tersebut. Dan kini berbagai upaya mengatasi hal itu, tetap berlangsung.
Dan selama ini Sekretaris Jenderal ISPIKANI, Dr. Kusdiantoro, mengungkapkan bahwa ISPIKANI melihat pembangunan perikanan tangkap tidak terlepas dari dua permasalahan utama, yaitu overfishing dan overcapacity sebagai dual crisis yang berimplikasi serius terhadap aspek sosial dan ekonomi serta ekologi.
Untuk diketahui, overfishing adalah sebuah permasalahan dimana jumlah sumber daya laut di suatu area telah semakin menipis, terutama akibat kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan. Sedangkan over capacity perikanan diterjemahkan sebagai sebuah situasi, dimana armada penangkapan ikan yang digunakan untuk menghasilkan tangkapan ikan berlebihan. Maka akan terjadi kapal menganggur, nelayan buang-buang waktu, dan masalah kemiskinan masyarakat pesisir.
Padahal, perkembangan perikanan tangkap Indonesia sangat dinamis. “Karena Indonesia memiliki beberapa karakteristik, seperti multi spesiesnya sumber daya ikan (biodiversity) dan keanekaragaman alat tangkap yang banyak jenisnya,” papar Kusdiantoro.
Sebagian besar kegiatan perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi nelayan skala kecil, yaitu hampir 94 persen. Mereka adalah nelayan dengan armada kurang dari 10 GT, bahkan 68,42 persen di antaranya merupakan perahu tanpa motor dan motor tempel. Kondisi ini membuat nelayan selalu identik dengan kemiskinan dan selalu kalah bersaing dengan kapal besar. Karakteristik tersebut membuat pengelolaan perikanan tangkap sangat berbeda dibandingkan di beberapa negara maju.
Bahkan baru-baru ini, dengan adanya kebijakan menaikan bahan bakar minyak, terutama solar dari Rp 5.100 menjadi Rp 6.800 menyebabkan dampak signifikan terhadap kegiatan penangkapan ikan. Karena bahan bakar jenis solar meng-cover 60 persen dari biaya operasional melaut, sehingga diperlukan langkah terobosan untuk mengatasi masalah ini.
Kusdiantoro, memandang bahwa sumber daya perikanan merupakan aset penting yang jika dikelola dengan baik, dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Karena itu, ISPIKANI kerap melakukan kajian dan pembahasan mendalam, untuk menghasilkan suatu rumusan sebagai sumbangsih pemikiran bagi kesuksesan pembangunan nasional di sektor perikanan, termasuk perikanan tangkap atau penangkapan ikan ini.
Bahkan pada 2045 nanti, sektor perikanan dan kelautan diharapkan dapat menjadi prime mover untuk pembangunan ekonomi nasional. Upaya untuk menjadikan perikanan dan kelautan sebagai prime mover itu diharapkan dapat mendorong ketahanan pangan Indonesia, pertumbuhan ekonomi, penyiapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, dan tak lupa, kelestarian lingkungan.
“Sejak Indonesia menyatakan merdeka 1945, maka 2045 negara ini harus menjadi Indonesia Emas,” kata Kusdiantoro, Rabu (14/9/2022).
Maka tak hanya Indonesia Emas 2045 tapi juga sektor perikanan pun harus sejalan dengan rencana itu. Maka telah banyak diskusi, seminar, dan pelibatan seluruh stakeholders perikanan, yang digelar oleh ISPIKANI untuk mewujudkan Perikanan Emas 2045. Hasil dari upaya tersebut nantinya adalah sebuah blue print pembangunan perikanan untuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Blue print tersebut akan menjadi legacy document ISPIKANI, untuk para pengambil kebijakan perikanan.
Dan Indonesia kini telah menyiapkan sumber daya manusia dari generasi muda Indonesia yang handal dan terpilih, untuk mempercepat kemajuan perikanan dan kelautan, memperkecil celah kelemahan saat ini, bahkan menutupnya.
“Perkembangan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap selalu menarik untuk disimak. Selama ini pembangunan perikanan tangkap telah memberikan dampak positif terhadap ekonomi. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri, ada dampak negatif berupa tekanan terhadap lingkungan, apabila tidak dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan berkelanjutan,” ungkap Kusdiantoro.
Photo credit: Pixabay/ suhkryfoto017