Cerita ini masih tentang isu kenaikan BBM. Meski pemerintah menaikkan harga BBM sejak tanggal 3 September lalu, hingga hari ini gelombang demonstrasi masih terus terjadi setiap hari di kota-kota di Indonesia. Peserta aksi massa itu berasal dari berbagai macam elemen. Mulai dari mahasiswa hingga buruh.
Terbaru, di awal minggu ini, tiga puluh ribu buruh yang tergabung dalam berbagai serikat buruh melakukan aksi demonstrasi di Kota Surabaya. Buruh-buruh pelabuhan juga termasuk dalam massa aksi. Aksi ini salah satunya ditujukan untuk menuntut agar Gubernur Jawa Timur melakukan aksi nyata setelah harga BBM naik.
Anto, salah satu peserta demonstrasi dari kelompok buruh pelabuhan, mengatakan jika dirinya bersama rekan-rekannya mendesak agar pemerintah kembali menurunkan harga BBM. Kenaikan yang terjadi, menurutnya membuat hidup masyarakat menengah ke bawah seperti dirinya semakin berat.
Ia bercerita, gaji bulanannya yang sebelumnya cukup untuk hidup bersama istrinya kini sudah tidak cukup lagi. “Dulu, sebelum BBM naik, itu masih cukup sama untuk menabung sebagai dana darurat. Langsung beberapa hari setelah BBM naik sudah nggak bisa lagi nabung alokasi dana darurat karena harga-harga naik drastis,” kata Anto.
Jazuli, pimpinan serikat buruh di tingkat Provinsi Jawa Timur menegaskan tuntutan yang Anto. Hanya saja, selain mendesak pemerintah menurunkan harga BBM, Jazuli meminta agar ada standard upah minimum bagi para buruh.
Ia mengatakan: “Harga BBM sudah naik dan standard minimal gaji buruh tetap. Ini jelas menurunkan daya beli rekan-rekan buruh. Apalagi sudah 3 tahun ini tidak ada kenaikan standard minimal untuk gaji buruh di Jawa Timur. Tuntutan kami jelas kami mendesak pemerintah menurunkan harga BBM karena saat ini harga minyak dunia sedang turun. Atau, kami mendesak adanya kenaikan standard minimum upah buruh. Kedua tuntutan itu harus dikabulkan dalam waktu dekat.”
Apabila tuntutan mereka tidak dikabulkan, Jazuli mengatakan akan mengambil tindakan nyata untuk mendesak pemerintah. Hal itu termasuk dengan melakukan aksi mogok kerja massal yang diikuti oleh seluruh elemen buruh. Termasuk buruh-buruh pelabuhan. “Kami akan terus melakukan aksi demonstrasi secara berkala hingga aksi besar-besaran di tanggal 4 Oktober nanti. Jika tuntutan kami tidak dikabulkan pemerintah, dari pimpinan pusat serikat buruh sudah siap melakukan aksi mogok kerja yang diikuti seluruh elemen buruh yang tergabung di dalam serikat,” ia menegaskan.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa aspirasi dari para buruh mereka telah mereka terima. Langkah-langkah lanjutan pun akan segera diskusikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan pemerintah pusat.
Sayangnya, dalam pernyataan itu, tidak ada penjelasan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengenai tuntutan kenaikan standard minimum upah buruh. Padahal, kewenangan penentuan standard minimum upah buruh ada di tangan mereka.
Terkait ancaman mogok kerja yang dilontarkan para buruh, Maritime Fairtrade berhasil melakukan wawancara kepada dua orang pemilik bisnis logistik lokal di Surabaya. Mereka adalah Muhammad Said dan seorang yang meminta menggunakan nama samaran Tono karena pernyataannya cenderung terlalu beresiko.
Muhammad Said, pemilik perusahaan kargo logistik di sekitar pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, mengaku khawatir terkait ancaman aksi mogok kerja itu. Di bisnis yang ia lakukan, mogok kerja dari pekerjanya bisa berdampak serius walau hanya dilakukan satu hari.
Ia mengatakan: “Ketika buruh mogok kerja, maka jelas sopir-sopir truk yang saya operasionalkan akan juga ikut bergabung mogok kerja. Itu berarti truk-truk saya tidak akan jalan. Jelas itu kerugian besar bagi saya. Dalam satu hari, apabila tidak ada truk yang jalan, ada potensi kerugian hingga ratusan juta yang bisa terjadi bagi bisnis saya.
“Tidak mungkin juga saya mencari sopir pengganti selama ada aksi mogok kerja. Jelas nanti saya akan berhadapan dengan serikat buruh. Resikonya jauh lebih besar dari hanya menanggung kerugian.”
Berbeda seratus delapan puluh derajat dari Muhammad Said, Tono mengaku tidak khawatir sedikit pun terkait ancaman mogok kerja dari para buruh. Tono adalah pemilik perusahaan jasa outsourcing yang banyak memiliki client di sektor industri dan pelabuhan.
Tono mengatakan: “Saya tidak khawatir sama sekali dengan ancaman mogok kerja dari rekan-rekan serikat buruh. Itu kan yang mengancam dari serikat saja. Dalam aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja atau pegawai outsourcing tidak boleh berserikat. Jadi ketika nanti serikat buruh mogok kerja, dan ada pekerja saya yang ikut, maka tentu akan saya kenakan sanksi sesuai aturan perusahaan saya. Sanksi itu bisa berujung pemecatan atau pemutusan hubungan kerja.”
Meski demikian, baik Muhammad Said maupun Tono memiliki kesamaan dalam menyikapi aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh kalangan buruh. Mereka berharap, pemerintah bijak dalam menyikapi tuntutan-tuntutan yang ada.
“Seperti misalnya soal kenaikan standard upah minimum. Ketika hal itu dikabulkan, saya berharap pemerintah juga memikirkan para pebisnis. Dampak kenaikan BBM ini tidak hanya dirasakan oleh para buruh atau masyarakat menengah ke bawah saja. Saya dan rekan-rekan pebisnis lain, skala besar maupun kecil, sama-sama ikut terdampak,” pungkas Tono.
Top photo credit: iStock/ Burin Pochai
All other photos credit: Indonesian Labor Union Confederation (KSPI)