Setelah lima tahun lalu Indonesia dan Australia menyepakati adanya kerjasama bidang kemaritiman, khususnya untuk ekonomi biru, akhirnya pada 7 Oktober 2022 kesepakatan tersebut secara resmi diwujudkan. Kesepakatan ditandatangani secara resmi oleh kedua belah pihak, di gelaran Road To Ocean 20 (O20) dengan tema “Workshop on Blue Carbon of Seagrass Ecosystem and Livelihood”, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Wakil Indonesia dalam penandatanganan itu adalah Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves), Firman Hidayat, sedangkan dari Australia adalah Nikki Fitzgerald dari Department of Climate Change, Energy, The Environment and Water yang mewakili pemerintah Australia.
“Indonesia akan selalu mendukung pengembangan blue economy dan blue carbon, untuk menciptakan laut yang sehat dan berkelanjutan. Dengan memerangi penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan kejahatan, khususnya di sektor perikanan,” jelas Firman Hidayat. Dia melanjutkan, perairan Indonesia yang membentang sekitar 6,4 juta kilometer, memiliki keanekaragaman hayati laut yang beragam.
Karenanya, pemerintah pun menyadari bahwa ekosistem hayati laut memiliki peran yang sangat besar, untuk keberlanjutan lingkungan hidup. Khususnya pada laut di Indonesia, dan laut dunia pada umumnya.
Seperti diketahui, Indonesia terletak di kawasan segitiga lamun, yang menjadikannya sebagai pusat keanekaragaman hayati lamun. Berdasarkan kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2018 lalu, luas ekosistem lamun Indonesia diperkirakan mencapai 293.464 hektar. Nilai itu hanya menggambarkan 16 hingga 35 persen dari luas padang lamun Indonesia, dari potensi daerah yang ada. Lamun yang dikenal sebagai “paru-paru laut” ini, memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem laut.
Masih berdasarkan LIPI, dari segi ekologi, padang lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik, habitat berbagai satwa laut, sebagai subtrat bagi banyak biota penempel serta sebagai daerah asuhan bagi larva ikan dan biota lain.
Padang lamun juga berperan penting sebagai habitat pembibitan, menyediakan tempat berlindung dan makanan, mendukung perikanan komersial dan keanekaragaman hayati, karbon biru, dan meningkatkan kualitas air di sekitarnya. “Mengingat begitu besar manfaat yang diberikan, ekosistem lamun harus kita terus awasi perkembanganya. Untuk itu, kerja sama Indonesia dan Australia ini menjadi contoh yang sangai baik. Kerja sama tersebut berupa riset bersama, pengembangan kapasitas, dan alih teknologi dan pertukaran pengetahuan,” ungkap Firman Hidayat.
Kurang perhatian
Menanggapi hal tersebut, Nikki Fitzgerald memiliki penilaian tersendiri. Padang lamun, menurutnya, merupakan ekosistem yang kurang mendapat perhatian jika dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya: mangrove dan terumbu karang. “Maka saat ini adalah momentum yang sangat baik untuk meningkatkan kapasitas dan kepedulian dalam menjaga ekosistem tersebut, dimana Indonesia sebagai negara yang memiliki luas ekosistem padang lamun terbesar di dunia,” jelas Nikki Fitzgerald.
Dan akhirnya, pemerintah Austalia menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah Indonesia, atas kerja sama karbon biru pada ekosistem padang lamun ini. Karena tindak lanjut kesepakatan bidang kemaritiman ini akhirnya terlaksana, sejak disepakati pada 2017 lalu.
Lalu bagaimana dengan pengaturan dan pengelolaan potensi sumber daya kelautan di Indonesia ini selanjutnya? Analis Kebijakan Madya bidang Konservasi Laut dan Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil Kemenko Marves, Andreas Hutahean, mengungkapkan Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI).
“Kebijakan Kelautan Indonesia merupakan pedoman umum kebijakan kelautan. Langkah-langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan kementerian atau lembaga di bidang kelautan, yang disusun dalam rangka percepatan pelaksanaan Poros Maritim Global,” tutur Andreas. Kebijakan tersebut terdiri dari tujuh pilar utama, dan di pilar kelima, mengatur Penataan Ruang Laut dan Perlindungan Lingkungan Laut.
Beberapa kebijakan dan prioritas strategis saat ini dalam melakukan pengelolaan ruang laut di Indonesia yaitu, Penataan Ruang Terpadu Laut-Darat, Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut, dan Indeks Kesehatan Laut Indonesia (IKLI). “Dari sisi kebijakan, konservasi, dan restorasi ekosistem laut Indonesia, dilakukan melalui penetapan dan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut oleh Pemerintah. Dengan meningkatkan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi, diharapkan dapat menjaga dan melestarikan ekosistem pesisir dan laut,” tambah Andreas.
Adapun pakar-pakar internasional yang hadir di penandatanganan itu antara lain Andy Steven dari CSIRO-Australia, Carlos Duarte (KAUST-Arab Saudi), Neil Dave (Google X), dan Stevan Lutz (GRID-Arendal). Road To Ocean 20 merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Australia dalam program Karbon Biru Indonesia – Australia, untuk dapat menyampaikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang dapat ditindaklanjuti. Khususnya mengenai karbon biru pada ekosistem padang lamun.
Kemenko Marves berharap para peserta tersebut bisa hadir lagi di pertemuan Ocean 20 yang akan diselengarakan di Nusa Dua, Bali pada 13-15 November 2022. Ocean 20 merupakan rangkaian kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi G20, dan menjadi kesempatan emas Indonesia bersama negara-negara lain, untuk memperkuat dukungan dan aksi untuk kelestarian laut yang berkelanjutan. Indonesia mendukung penuh tiap-tiap kegiatan KTT G20 yang bermanfaat untuk sumber daya pesisir-laut.
Top photo credit: Pexels/ Jolo Diaz